Ia
tak bisa berbohong dariku. Ia masih merasakannya. Merasakan sakit yang
terkadang seperti tertahan, kemudian tertunda namun terus terulang. Begitu
menyakitkan.
Kerap
kali ia membuang jauh semua pikiran dan perasaan yang berkecamuk dan mengganggu
kehidupannya, namun…. Ada saja waktu dimana semua yang ingin dikubur jauh-jauh
itu kembali menerpa dan hinggap di dalam benaknya. Hingga saatnya tiba. Ketika
suka maupun duka berarak bercampur membuyarkan segalanya. Ketika pikiran dan
perasaannya berada di tengah-tengah batas dari keadaan itu…….
Ia
menangis.
Dan…
Melihatnya
mengeluarkan semua yang memenjarakan perasaan bahagianya, aku benar-benar
merasakan sakit yang ia alami. Sakit itu benar-benar tidak tuntas. Ia akan
terus merasakan sakit selama hidupnya, kecuali ia telah menemukan titik dimana
titik tersebut tinggal dan menjadi alasan dari segala kebahagiaan yang dapat ia
ciptakan.
Aku
pun mencoba menghiburnya sejenak. Mencoba memberikan respon yang baik. Tapi, ia
menolakku. Ia hanya ingin aku mendengarkan segala yang ingin ia ceritakan tanpa
memintaku memberikan jawaban ataupun solusi dari apa yang sudah ia luapkan. Aku
mengangguk. Mencoba mengerti.
Ia
merasa dirinya sanggup tegar dan tangguh menghadapi konflik batin yang sedang
memerangi perasaan dan hatinya…… (sendiri).
Sungguh….
Aku
memahami keadaan yang ada. Karna ia memiliki alasan kuat mengapa masih ada
batasan bagi orang lain untuk dapat memakhlumi, mengetahui dan mengenal dirinya.
Ia memang berbeda.
Dari
ini pun, aku belajar darinya.
Ketika
saat ini ia sedang belajar bagaimana merasakan kuat untuk bertahan di atas uap
dari arang yang sedang terbakar membara.
“Semoga kau lekas
mendapatkan ketenangan dan jawaban yang diharapkan.
Semoga kau tetap
menjadi perempuan yang kuat”
Komentar
Posting Komentar