Tentang Sebuah Rasa



Ini tentang sebuah rasa. Yang melekat pada sebuah hati.
Ya. Aku telah menjawabnya tanpa menjawabnya. Menjawabnya melalui sesuatu yang tanpa bermedia. Sama seperti tulisan ini. Aku ingin menulis. Tetapi banyak kata yang menguap dan tak ingin aku ketikkan melalui huruf yang siap berjajar menghias monitor.
***
Dia telah datang. Seseorang yang telah aku tunggu tanpa aku tunggu. Menantinya dalam baris waktu yang mengiringi tanpa aku minta. Ya. Dia datang di waktu yang tepat. Ketika sebuah hati sedang membenahkan suasana, membersihkan dari sarang pelapuk yang membuatnya tidak sepenuhnya bisa merasakan arti cinta dan membiarkan yang tidak berasa untuk segera meninggalkannya. Hati itu dalam keadaan tepat. Mempersilakan sebuah rasa dari seorang dia untuk masuk. Masuk bukan hanya sekedar bertamu ataupun berkunjung. Tapi, untuk tetap tinggal menemaninya sampai  Yang Kuasa berkehendak lain.

Entahlah.
Apa sebuah rasa itu sadar atas permintaan tak berucap yang telah disampaikan oleh hatiku. Karena aku mulai menyadari. aku sudah lelah membenahi hati. Aku hanya ingin ada sesuatu yang bisa memberikan sebuah obat dan menjadikan hatiku sebagai tempat dari bersemayamnya dua perasaan yang ingin berdampingan melanjutkan kehidupan. Bersama.
Namun. Ketika yang diharapkan sudah datang, semuanya tidak selurus dan segampang yang direncanakan. Godaan itupun datang bersama perasaan ragu di dalamnya. Bukan ragu atas perasaan yang telah ia berikan. Tetapi ragu itu datang karena aku ciptakan sendiri. Ragu karena aku takut. Iya. Takut. Memang bukan alasan logis untuk menjawab sebuah hati yang mulai yakin telah menemukan sebuah rasa untuk mengisinya. Namun, memang seperti inilah kenyataannya. Aku terlalu lemah untuk berani. Aku lebih tertarik dan terlalu kuat untuk menerima ketakutan yang kini mulai mendominasi ketegaran yang ada.
Aku tahu. Harusnya aku mengabaikan takut dalam ragu itu untuk benar-benar memantapkan hati. Tapi, sekali lagi aku katakan. Ini bukan takut karena aku meragukannya. Tapi ada banyak ketakutan yang kemudian datang satu demi satu membentuk baris dan mencoba bersiap-siap melilit rasa yakin yang ada.
Ketika suatu saat ketakutan itu datang bersamaan, pernah ingin aku katakan bahwa cukuplah perasaan ini diciptakan. Tak usahlah untuk dilanjutkan. Namun, mata ini tak sanggup untuk menolak air yang mendesak ingin keluar. Mengeluarkan rasa sesak yang ada di dalam otak keduanya. Ya, karena hati. Ternyata hati ini tidak bisa membiarkan bibir berkata “cukup” dan lubuk hati mengucap “berakhir”. Masih saja ada sesuatu di dalam hati yang tidak aku pahami yang ingin terus menjaga perasaanya. Menjaganya untuk tetap tinggal.
Keyakinan yang kini tercipta berawal dari sesuatu kecil yang dipupuk dengan rasa percaya yang tinggi. Sepertinya bagian yang memintanya untuk tinggal adalah bagian yang mulai tumbuh subur karena diberikan rasa percaya yang selalu siap untuk meyakinkannya. Dan aku menerima keadaan ini. Kembali bertanya pada hati terdalam untuk menguraikan perasaan yang ada.

Masih.
Masih ada ketakutan itu. Ia enggan berpindah dari tempatnya dalam hatiku. Ia ingin terus menggodaku untuk mengacaukan perasaan yang sudah datang yang kini mulai terbentuk.
Sekali lagi. Aku tidak bisa menjabarkannya. Menjabarkan apa yang sebenarnya hatiku ingin katakan.
Tapi, sejauh sampai detik ketika aku menulis tulisan ini, hanya ada satu rasa takut yang kini mulai berani aku terjemahkan.
Ya. Aku takut. Takut untuk kehilanganmu. Aku takut bila pada akhirnya semua ini akan cepat berakhir. Bila bisa aku hapus kata “berpisah” aku akan menghapus untukmu. Tapi.. selalu ada kehendak dari-Nya. Yang menuntut agar ciptaan-Nya selalu berusaha namun tidak mendahului ataupun melawan kehendak dari-Nya.
Itu yang hanya bisa aku lakukan sekarang. Aku hanya ingin menjaga apa yang sudah ada. Memintanya untuk tinggal. Dan bersama-sama membenahi diri untuk menjadikan lebih baik kehidupan yang nantinya akan datang.
Iya. Aku menjagamu. Menjagamu lewat Allah, dan menitipkan namamu pada do’a yang kuhaturkan pada-Nya.


inspired by: ***.r*e.

Komentar