(kertas dan pena I)
“Tapi”
Aku
mengenalmu lama. Seperti kertas dengan pena. Mengenalmu untuk mencoba
melengkapi.
Tapi,
mungkin
kini kau tak lagi mengenalku. Mengenal tinta dari penaku. Dan kau.. Sudah
mendapatkan goresan tinta dari pena yg lain.
Entah
mengapa, aku tahu bagaimana rasanya pena itu menahan rindu dan sakit bersamaan
ketika tiada lagi keluh kesah di atas helai kertasmu. Sebenarnya pena itu tak
sendirian. Sudah ada kertas yg lain yg siap untuk menggantikan kertas itu.
Tapi,
pena itu tidak mau.
Dan
ia masih merasa sendiri ketika kertas meninggalkannya tergeletak begitu saja,
tanpa tahu bagaimana akan menghabiskan tinta didalamnya.
Haruskan
pena ini menutup semua tinta didalamnya?
Mematikan
segala yg sudah hidup dan melekat dalam pena?
Ataukah
mencari helai kertas selain kertas milikmu?
Tidak.
Tidak.
Tidak.
Aku
mendengar suaranya kembali. Suara tinta dari pena itu.
Rupanya
pena ini tetap bergeming. Selalu menunggumu. Menunggumu.
dan
Walaupun tahu, kertas itu tidak akan kembali secepat yg ia inginkan.
Tapi,
Tinta
ini adalah keajaiban bagi penanya. Ia ingin terus menunggu menyesakkan butiran
air tinta ke dalam serat kertasmu. Pena hanya menjaga tinta itu. Dan akan terus
mengikutinya.
Ya.
Sama.
Seperti
aku. Yang menjadi tempat sebuah rasa yang masih bertahan. Bertahan. Tak kurang
sedikitpun. Mungkin malah ketika engkau kembali, pena ini akan terus terisi
oleh tinta yg penuh. Rasa ini akan terus berkembang.
7
tahun semenjak itu.
Semoga
kertas itu masih ada. Masih mau kembali pada sebuah pena yg masih menunggunya.
Semoga
tinta itu tak akan pernah kering untuk menuliskan cerita hidup diaatasnya.
Semoga.
Sekarang.
Biarkan aku menjadi tinta itu. Menyuarakan segala rasa yg masih ada. Ini
suaraku. Suara dari pena yg tidak biasa untuk sebuah kertas yg luar biasa.
Komentar
Posting Komentar