“Kisah Sepasang Sahabat Tulisan”
Kamu kembali lagi. Mengedarkan
sebuah tulisan yang melalu lalang di pelataran alur tulisanku.
Sudah lama rupaya kita tak bersua.
Bertukar isi tulisan.
Aku jadi mengingatmu. Ketika aku
mengenalmu lewat sebuah cerita dan pesan-pesan yang kau bicarakan dalam sebuah
tulisan. Mungkin itulah yang bisa aku nilai darimu. Dari tulisanmu. Kau ataupun
aku tak akan mengerti satu sama lain. Dan mungkin itu juga yang selama ini aku
lakukan. Melakukan pekerjaan yang akhirnya sendiri tidak bisa aku ketahui.
Padahal awalnya aku ingin menulis sebuah tulisan tentang semua ini. Aaah. Sungguh
benar-benar miris.
Kenyataannya…
Kamu berhasil membuatku mengenalmu
dengan baik. Membuat tulisanku menyukai tulisanmu dan mencoba ingin memasukkan tulisanmu
kedalam alur tulisku.
Dan sekarang aku takut. aku takut
untuk mencoba memasukkan tulisanmu. Karena aku takut untuk menyadari bahkan
mengakui bahwa aku menginginkan tulisanmu. Aku tak tahu mengapa. Tapi aku
menyadari juga bahwa aku telah berdusta pada tulisanku sendiri. di sudut hati
ketika aku menulis, aku tak bisa membiarkanmu lepas… tapi aku telah membiaskan
segalanya sehingga kau tak mengerti. Tak bisa menangkap segala curah yang telah
terbesit di dalam tulisanku.
Andai kau tahu…. aku ingin mengenalmu.
Bukan lagi lewat sebuah tulisan. Tetapi kata-kata yang kau ucapkan sendiri.
namun, aku sudah menganggap semua ini berjalan jauh. Aku sudah terlalu masuk
kedalam tulisan itu. Tapi aku juga tidak ingin mengganggu pola ataupun kerangka
tulismu.
Apabila yang kuinginkan akan
terwujud, mungkin bisa saja kau menyobek kertas tulismu yang sebenarnya itu
adalah tentang tulisan kita. Kau biarkan tulisan mengenaiku lebur, hilang,
lenyap dan tak berbekas.
Aku takut. Tapi aku ingin muncul,
agar kau mengerti. Aku ingin. Tapi aku tak tahu, bagaimana akan mengatasi rasa
sakit hati yang akan aku alami nanti ketika tulisanmu jauh lebih baik daripada
tulisanku. Terpuruk. Itulah mungkin sebuah jawab dari percakapan dalam tulis.
Sudahlah… mungkin waktu yang akan menjawab semuanya. Aku harus menanti sampai
kau selesaikan tulisanmu agar aku tak merusak lembar yang sudah kau tulis. Akan
ada saat yang tepat. Suatu hari nanti. Suatu saat nanti….
Namun….
Untuk saat ini.
Aku tak bisa. Aku akan melewatkanmu
pergi. Pergi mengunjungi pemilik hati-hati yang lain. Harusnya… aku menghapusmu
dari sekarang.
Bila serpihan tinta penghapus itu
masih terisi, suatu saat nanti akan tiba
dengan tepatnya. Jika sudah bersih dan tak berbekas. Semogalah kita
masing-masing dapat menulis sebuah tulisan yang tak terkait satu sama lain.
Namun,
di satu sisi .. ada cerita sempurna
yang menunggu untuk kita selesaikan.
Tapi,
semua adalah pilihan. Mungkin kita
akan menemukan kesempurnaan itu lewat tulisan masing-masing. Bukan tulisan
tentang kita. Karena kita bukanlah kita seperti dulu. Tiada kata “kita” hanya
ada “aku” dan “kamu”. Semoga kita bertemu kembali di dalam sebuah tulisan
tentang aku. Ataupun tulisan tentang kamu.
Komentar
Posting Komentar