Kesemrawutan Alur



“Kesemrawutan Alur”

Denting jam di sebuah pojok bangunan tua itu berbunyi
Menanda menyeru bahwa waktu terus berputar
Membuyarkanku dari sebuah lamunan bawah sadar
Dimana disana aku berada di sebuah ruang yang kosong
Tanpa waktu yang berdetak

Tapi kini..
Sukma telah kembali ke raganya
Melekat menyatu dengan jiwa dan darah
Dan menggetarkanku dalam semua kenyataan

Inilah
Dunia

Dunia kenyataan
Tempatku hidup sekarang
Tempatku berpijak
Dan bernafas

Dunia yang mulai tua
Seakan memberikan isyarat seperti uban dalam helai rambut
Membuatku tersentak dalam keterpakuan di sebuah lembar kehidupan
Membuatku tergerak menuju lembar cerita yang baru

Menulis.
Menggambar.
Menggores.
Dan membingkai cerita kehidupan.

Menuntutku untuk lebih mengerti akan seperti apakah alur ragaku di dalam cerita ini?
Alur ceritaku di dalam hidup ini?

Nestapa. Mengerikan.
Yang ku temukan adalah sebuah cerita yang tak beralur.

Harus bagaimana aku menyempurnakan alurku?

Waktu. Terus mengetuk ragaku. Menamparku untuk kembali ke alurku. Alur yang indah. Bukan yang tak beralur.
Ia terus menghantuiku tentang misteri hidup yang akan kujadikan alur hidupku.

Ah.
Aku tak butuh semua itu. Aku tak butuh alur yang indah. Yang berjalan baik seterusnya. Yang selalu indah dilihat dan diamati oleh jiwa dan raga lainnya. Aku tak butuh kata yang penuh hias. Kata yang mendayu-dayu. Yang membuat segala jiwa merasa terbang.
Aku tak butuh.

Namun, hanya waktu yang aku butuhkan saat ini, untuk menjadi saksi dari alur kehidupanku. Untuk memberiku alur yang sesungguhnya.
Karna sekarang aku telah menyadarinya.
Menyadari bahwa alur hidupku tidak akan selalu indah.
Alur ini bukanlah hal yang monoton. Bunuh alurku jika harus kutulis alur yang selalu indah.

Ini hidup. Sebuah keadaan yang tak akan pernah tenang. Walau kau pikir akan setenang laut, tapi lihatlah. Di dalam ketenangan itu, segalanya tak selalu indah. Banyak misteri, perebutan dan kesulitan hidup di bawahnya.

Aku tak ingin hanya melihat dengan sepasang bola mata yang terpasang di rangka kepala ini. Tapi, aku ingin melihat semua alurku dengan hati yang tersembunyi dibalik rusuk sebuah raga ini.
Aku ingin. Dengan tidak selalu indah, alurku akan menjadi indah. Aku ingin alurku tidak monoton. Tidak hanya dalam keadaan diam dan berhenti mencoba membuat cerita lainnya.

Semoga. Semoga. Semoga aku masih bisa meneruskan alurku dan mengakhirinya dengan tidak meninggalkan keindahan walau sebenarnya keindahan itu harus dicapai dengan ketidakindahan perjalanan hidup.

Komentar